Rabu, 29 Desember 2010

Kinerja Aparatur Pemerintah Desa dan Kepuasan Masyarakat

Aparat pemerintah desa yakni mereka yang bekerja di kantor kepala desa dalam rangka memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada masyarakat setempat. Dalam perkembangannya aparat pemerintah desa sangat terkenal dengan kinerjanya yang kurang baik. Hal tersebut tentu sangat miris mengingat pemerintahan desa merupakan organisasi publik yang paling dekat dengan masyarakat.
Pemerintah desa selalu identik dengan berbagai keluhan masyarakat akan pelayanan yang buruk, namun tetap saja tidak pernah terdapat suatu perbaikan yang berarti. Kantor Kepala Desa Pliken Kec. Kembaran Kab. Banyumas merupakan salah satu pemerintah desa yang didalamnya telah tumbuh budaya yang kurang baik, tetapi tetap terpelihara layaknya dijadikan sebagai suatu ajaran. Budaya kurang baik tersebut diantaranya:
  1. Ketidakjelasan pembagian tugas dan wewenang dalam suatu organisasi berimplikasi terhadap ketidakjelasan pelayanan kepada masyarakat. Ketidakjelasan tersebut juga diakibatkan oleh adanya komunikasi yang tidak efektif antara masing-masing anggota sehingga menimbulkan kebingungan masyarakat yang memang membutuhkan pelayanan. Banyak masyarakat yang mengeluh akibat buruknya pelayanan yang ada. Hal tersebut dikarenakan pegawai yang memberikan keterangan yang tidak jelas dan sulit dimengerti.
  2. Tidak terdapat kesatuan pemahaman mengenai suatu hal antara pegawai satu dengan yang lain berakibat informasi yang diterima oleh masyarakat menjadi tidak jelas. Artinya komunikasi yang ada berjalan dengan tidak efektif.
  3. Pelemparan tanggung jawab juga kerap kali mereka lakukan. Dan masyarakat semakin bingung dengan keadaan tersebut. Meski telah ada spesifikasi jabatan tidak menutup kemungkinan suatu tugas yang harusnya dilakukan oleh pegawai A dengan mudahnya dilempar kepada pegawai B.
  4. Sikap disiplin yang sangat kurang dari pegawainya dan tidak ada sanksi yang jelas terhadap suatu pelanggaran. Terkadang masyarakat yang tengah sangat membutuhkan pelayanan harus menunggu, karena pegawai yang bersangkutan belum datang dengan alasan yang tidak jelas. Akan tetapi masyarakat hanya dapat bersabar karena tidak ada sanksi yang tegas karena ketidakdisiplinan tersebut.
Kepuasan masyarakat merupakan tujuan utama dari pelayanan publik. Setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan publik dijamin, setidaknya dalam perjanjian internasional tentang hak asasi manusia. Jaminan ini dinyatakan dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and political Rights), dan konvensi Internasional tentang pengahpusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (International Convention on the Elimination of All Forms racial Discrimination). Konvensi dan kovenan internasional tersebut memberikan penekanan pada hak setiap orang untuk mempunyai akses yang sama dalam memperoleh jenis dan bentuk-bentuk pelayanan, tanpa diskriminasi berdasarkan apapun. Dalam pemenuhan hak-hak ekonomi sosial dan budaya (hak eksobud), pelayanan publik harus memberikan kontribusi pada jaminan:
  1. availabilitas (ketersediaan)
  2. aksesibilitas (mudah diakses)
  3. fasilitas Cuma-Cuma (gratis atau afordabilitas (keterjangkauan harga) yang bergantung pada progresif realization menuju ketersediaan fasilitas cumu-Cuma.
  4. akseptibilitas (kesesuaian dengan situasi dan kondisi)
  5. kualitas (Patra, dkk. 2006).
Seperti kita tahu bahwasanya pemerintah desa merupakan jenjang pemerintah yang paling banyak berinteraksi dengan masyarakat termasuk dalam hal memberikan pelayanan publik, tak terkecuali Kantor Kepala Desa Pliken Kec. Kembaran Kab. Banyumas. Akan tetapi dalam pelaksanaannya banyak terdapat keluhan terhadap pelayanan yang diberikan. Berbagai permasalahan yang telah disebutkan di atas sangat menghambat terwujudnya pelayanan prima serta jauh dari pelayanan publik yang dapat memenuhi hak aksobud seperti yang telah diungkapkan Patra dkk. Dengan kata lain kenyataan tersebut berarti bahwa etika aparatur pemerintah desa yang kurang baik sangat berpengaruh terhadap semakin jauhnya kepuasan yang diperoleh masyarakat akan pelayanan yang diberikan. Permasalahan tersebut tentu sangat memicu munculnya suatu konflik. Banyak solusi yang dapat diterapkan dari semua permasalahan tersebut, diantaranya:
a.        Permasalahan dari adanya komunikasi tidak efektif diantara para karyawan yakni dengan adanya praktek-praktek pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemimpin dengan para karyawan yang tergolong dalam tiga bentuk utama, yaitu:
1.      Pelaksanaan komunikasi yang terbuka, yang dapat diwujudkan dengan ”turun ke bawah”, dan tidak puas hanya melaksanakan tugas pekerjaan dari belakang meja.
2.      Menyediakan jasa-jasa konseling yang dapat dimanfaatkan oleh para karyawan untuk berbagai kepentingan. Dalam pemerintahan desa kegiatan seperti ini dapat dilakukan oleh pemerintah kabupaten terhadap para pegawai baru, serta dapat pula dilakukan diantara para karyawan itu sendiri maupun dengan pemimpinnya.
3.      Penegakkan disiplin organisasi. Harus ditekankan bahwa pemeliharaan hubungan yang serasi dengan para karyawan sama sekali tidak berarti bahwa disiplin organisasi tidak perlu ditegakkan. Dengan kata lain meskipun bernada negatif, penegakkan disiplin dapat bersifat mutlak perlu. Telah umum dimaklumi bahwa penegakkan disiplin dapat besifat preventif , dalam arti mencegah timbulnya perilaku disfungsional dengan segala implikasinya dan korektif , yaitu tindakan pengenaan sanksi disiplin jika pelanggaran disiplin organisasi telah terjadi. Prinsip-prinsip pengenaan tindakan korektif ialah progresif, dalam arti makin berat pelanggaranpada kriteria yang objektif dan rasional, serta prinsip-prinsip keterbukaan, dalam arti, kepada yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri. Perwujudan prinsip-prinsip tersebut dalam praktek ialah, diambilnya langkah-langkah yang progresif dalam pengenaan sanksi, mulai yang paling ringan sampai yang paling berat, seperti teguran lisan, teguran tertulis dan pernyataan tidak puas (Sondang P. Siagian, 2002).
b.        Kurangnya kompetensi dari para pegawai dapat diatasi dengan adanya rekruitmen yang ketat. Dalam suatu organisasi mutu dari human resources sangat dipengaruhi oleh proses rekruitmen. Karena itu dalam kegiatan rekruitmen harus diperhatikan empat hal, yaitu;
1.      Proses rekruitmen
2.      pembatasan dan tantangan yang dihadapi oleh para pencari tenaga kerja
3.      Saluran rekruitmen
4.      Penelitian surat-surat lamaran (Sondang P. Siagian, 2002).
c.        Berkaitan dengan permasalahan yang berhubungan dengan lingkungan luar dalam hal ini masyarakat, pihak pemerintah desa harus benar-benar menyadari bahwa memang masyarakat sangat membutuhkan pelayanan dari mereka. Selain itu, perlu dibina hubungan baik antara para pegawai yang biasa disebut pamong dengan masyarakat, langkah tersebut sebenarnya merupakan tugas dari public relation atau humas.

Sumber Rujukan:
Siagian, Sondang P. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kinerja. PT Rineka Cipta: Jakarta.

Zen, Patra dkk. 2006. Pelayanan Publik Bukan Untuk Publik. MCW, YAPPIKA: Jakarta.














e-Procurement dan Penerapannya di Kabupaten Banyumas


Dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, berimplikasi pada berkembangnya sistem pengadaan barang di dalam pemerintahan yakni dengan diterapkannya Sistem Pengadaan Barang Secara Elektronik (SPSE) yang lebih dikenal dengan istilah e-Procurement. e-Procurement merupakan proses pengadaan barang atau jasa pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan secara elektronik yang berbasis Internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi yang meliputi pelelangan umum secara elektronik yang diselenggarakan oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). LPSE itu sendiri merupakan unit kerja penyelenggara sistem elektronik pengadaan barang/jasa yang di dirikan oleh Kementerian/Lembaga/Perguruan Tinggi/BUMN dan Pemerintah Daerah untuk memfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik. Dalam melaksanakan tugasnya LPSE terdiri atas portal-portal LPSE, yang merupakan wadah bagi semua pihak khususnya yang berkaitan dengan proses pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik. Dengan adanya portal ini diharapkan LPSE-LPSE yang tersebar di beberapa daerah dapat saling berkomunikasi selain menjalin silahturahmi, juga sebagai forum diskusi sehingga dengan adanya portal ini dapat menambah wawasan para pembacanya.
Pelaksanaan e-Procurement telah diatur dalam Keppres No 80 Tahun 2003, dan terhadap semua informasi, transaksi elektronik pada pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik mengacu pada Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik dapat dilakukan dengan:
  1. E-Tendering merupakan tata cara pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang terdaftar pada sistem elektronik dengan cara menyampaikan satu kali penawaran sampai dengan waktu yang telah ditentukan. Adapun hal-hal yang terkait dengan e-Tendering, yaitu:
a)      Ruang lingkup e-Tendering meliputi proses pengumuman pengadaan barang/jasa sampai dengan pengumuman pemenang.
b)      Para pihak yang terlibat dalam e-Tendering adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)/Unit Layanan Pengadaan (ULP)/Pejabat Pengadaan dan Penyedia barang/jasa.
c)      Aplikasi e-Tendering wajib memenuhi unsur perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan kerahasiaan dalam pertukaran dokumen serta tersedianya sistem keamanan dan penyimpanan dokumen elektronik yang menjamin dokumen elektronik tersebut hanya dapat dibaca pada waktu yang telah ditentukan.
d)     E-Tendering dilaksanakan dengan Sistem Pengadaan Secara Elektronik yang diselenggarakan oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik.
e)      ULP/Pejabat Pengadaan dapat menggunakan Sistem Pengadaan Secara Elektronik yang diselenggarakan oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik terdekat.
f)       Sistem Pengadaan Secara Elektornik yang diselenggarakan oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
·         mengacu pada standar yang telah ditetapkan LKPP berkaitan dengan interoperabilitas dan intergerasi dengan Sistem Pengadaan Secara Elektronik yang dikembangkan oleh LKPP;
·         mengacu pada standar proses pengadaan secara elektronik yang ditetapkan oleh LKPP; dan
·         bebas lisensi (free lisence)
  1. E-Purchasing merupakan tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik. Hal-hal yang terkait dengan e-Purchasing adalah sebagai berikut:
a)      E-Purchasing diselenggarakan dengan tujuan:
·         terciptanya proses pemilihan barang/jasa secara langsung melalui sistem katalog elektronik sehingga memungkinkan semua ULP/Pejabat Pengadaan dapat memilih barang/jasa pada pilihan terbaik; dan
·         efisiensi biaya dan waktu proses pemilihan barang/jasa dari sisi penyedia barang/jasa dan pengguna.
b)      Sistem katalog elektronik diselenggarakan oleh LKPP dan sekurang-kurangnya memuat informasi spesifikasi dan harga barang/jasa.
c)      Pemuatan informasi dalam sistem katalog elektronik oleh LKPP di lakukan dengan membuat frame work contact dengan penyedia barang/jasa
d)     Barang/jasa yang di informasikan pada sistem katalog elektronik di tentukan oleh LKPP
Pada tahun 2012 pemberlakuan e-Procurement diwajibkan menyeluruh diberbagai jenjang pemerintahan, karena itu pemerintah melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) mengupayakan agar implementasinya tidak hanya berkisar di lingkup pemerintah pusat melainkan sampai pada ujung-ujungnya baik itu di tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Upaya tersebut dilakukan dengan perluasan jaringan LPSE sampai pada tingkat provinsi, kabupaten dan kota, dengan demikian jaringan kesisteman serta pelayanan LPSE semakin kuat. Dapat dikatakan pemerintah sangat serius dalam upaya menerapkan e-Procurement dalam semua jenjang pemerintahan meski penerapan tersebut harus dihadapkan pada berbagai halangan dan pembenahan, Dikarenakan dengan penerapan tersebut akan banyak tujuan yang dapat diraih. Tujuan-tujuan tersebut, yakni:
1.      Memperbaiki transparasi dan akuntabilitas;
2.      Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat;
3.      memperbaiki tingkta efisiensi proses pengadaan barang;
4.      mendukung proses monitoring audit;
5.      memenuhi akses informasi yang real time.
Selain tujuan di atas penerapan e-Procurement juga dapat menjadi langkah nyata dalam mewujudkan reformasi birokrasi serta menekan/memberantas tindak  korupsi. Dengan diterapkannya sistem tersebut juga memberikan dampak besar bagi pegawai pemerintah, yakni pekerjaan yang tadinya selalu menggunakan kertas berubah menjadi pemakaian teknologi informasi dan komunikasi. Meski pada awal penerapan akan timbul berbagai kesulitan karena kurangnya kemampuan dan keterampilan pegawai akan peningkatan teknologi akan tetapi pada akhirnya akan terasa lebih efektif dan efisisen.
Beberapa instansi saat ini telah mengimplementasikan sistem pengadaan berbasis teknologi informasi (e-Procurement) yang di fasilitasi oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Implementasi e-Procurement di lingkungan instansi pemerintah memberikan tantangan bagi dunia auditing, dimana dalam proses e-Procurement bisa di katakan penggunaan kertas telah di kurangi. LKPP sebagai pengembang Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) mulai tahun 2009 bekerjasama dengan BPKP untuk mengembangkan e-Audit (modul dalam SPSE) suatu alat bantu auditor yang untuk melakukan audit terhadap paket pengadaan yang dilelangkan melalui LPSE.
Pengguna e-Audit yaitu:
a)      Auditor Internal;
b)      Auditor Eksternal.
Karakteristik e-Audit yaitu:
a)      PPK, Panitia Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa, berinteraksi langsung dengan perangkat teknologi informasi dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik.
b)      Auditor tidak lagi melakukan audit secara manual, tetapi secara elektronik yaitu dengan alat bantu.

            Kabupaten Banyumas merupakan salah satu kabupaten yang telah menerapkan e-Procurement. Hal tersebut dapat dilihat dari data yang terdapat dalam situs LKPP yang menunjukan kabupaten Banyumas telah ada pada titik ketiga dalam pengimplementasian e-Procurement yang artinya telah termasuk dalam kategori yang cukup baik. Dalam upaya menerapkan e-Procurement, pemerintah Kabupaten Banyumas juga telah mengadakan sosialisasi serta training. Training diikuti oleh staf yang berasal dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Banyumas, diantaranya dari Bagian Pembangunan, Dinas Cipta Karya Kebersihan dan Tata Ruang, Dishubkominfo, DPPKAD, Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga, BKD, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral dan Badan Kepegawaian Daerah. Adapun trainernya yakni dari Directorat e-Procurement Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
Selain training Pemkab Banyumas juga melakukan sosialisasi kepada seluruh kepala SKPD dan penyedia barang/jasa di wilayah Kabupaten Banyumas. Sosialisasi dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan pengadaan barang/jasa dengan sistem elektronik (e-procurement) di lingkungan Pemkab Banyumas, yang secara kelembagaan akan dikelola oleh unit Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Banyumas. Sebagai dasar pelaksanaan LPSE di Kabupaten Banyumas, telah ada dua peraturan yaitu Perbup No. 70 Tahun 2010 tentang Implementasi Sistem e-Procurement di Lingkungan Pemkab Banyumas, dan Perbup No. 71 Tahun 2010 tentang Pembentukan Unit Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kabupaten Banyumas.
Tahapan yang akan dilaksanakan selanjutnya adalah pelatihan bagi para pengguna dan penyedia barang/jasa, registrasi dan verifikasi penyedia barang/jasa, serta launching dan ujicoba LPSE pada APBD Perubahan Tahun 2010. Sosialisasi dengan materi utama ”Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa secara Elektronik” oleh LKPP dilanjutkan dengan demo aplikasi e-Procurement oleh Pengelola LPSE Kabupaten Banyumas.
Namun, diluar upaya yang telah dilakukan Pemkab Banyumas untuk menerapkan e-Procurement terdapat salah satu dinas yang ada di Kabupaten  Banyumas yakni Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga, dalam melakukan pengadaan barang telah menggunakan sistem e-Procurement. Pegawainya pun telah dituntut untuk dapat menguasai teknik komputerisasi serta akses internet.
            Manfaat dari penerapan tersebut pun sudah dapat dirasakan, dimana prosesnya lebih cepat karena pengumuman tentang pelelangan, penawaran serta pelelangan dapat dilakukan melalui sistem online. Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga telah memiliki website sendiri, apabila terdapat suatu proyek maka dalam pengadaan barangnya diumumkan mealui internet dengan demikian siapa saja yang memang mampu dapat mendaftar melalui on line dan melakukan penawaran. Harga yang paling cocok yang nantinya akan memenangkan lelang. Dengan kata lain dinas tersebut menerapkan sistem e-Tendering.
            Walaupun pada awalnya terdapat banyak kesulitan implementasi e-Procurement di Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga perlu dijadikan contoh instansi lain. Agar apa yang hendak dicapai dapat lebih maksimal.

Sumber Rujukan:




Yang Salah Saya ataukah Mereka?

Mungkin tulisan ini akan menjadi segelintir contoh yang menggambarkan betapa buruknya birokrasi di negara kita. Dan sebelumnya mohon maaf jikalau ada yang kurang berkenan dengan tulisan ini.
Sebagai seorang warga negara yang baik tentunya saya harus menaati berbagai peraturan yang ada. Serta menjalankan hak dan kewajiban saya dengan seimbang. Berbicara tentang kewajiban, sebagai seorang pengendara sepeda motor tentunya saya wajib memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM).
Untuk itu sebelum lebaran tahun kemarin, saya berusaha untuk memnuhi kewajiban tersebut. Ya saya membuat SIM. Sebelum itu saya mencoba sharing baik dengan teman atau tetangga tentang pembuatan SIM. Dan anehnya 99% dari mereka menyuruh saya ”nembak” saja.
Dan bukannya sombong tapi saya menampik usulan tersebut dengan mengurus sendiri pembuatan SIM, untuk itu saya harus ke Polres. Hari pertama saya harus cek dokter. Ada hal sangat aneh disini, antriannya begitu sangat amat panjang. Selain itu, cek dokter ternyata bukan diperiksa dokter. Tapi lebih pada dalam rangka mendapatkan selembar kertas yang entah siapa yang mengisi (maksud saya mungkin bukan dokter). Dan yang menjadi pertanyaan dalam hati, memang tidak bisa kalau diperiksa di puskesmas saja? Biayanya juga mungkin bisa lebih kecil. ^_^
Dari sini saya mulai putus asa, tapi teringat pernah ditilang polisi. Semangat saya kembali muncul. Setelah mendapatkan surat dokter, kemudian harus mengisi fomulir. Dan saat pengambilan formulir saya melihat tulisan besar yang intinya melakukan reformasi birokrasi di tubuh kepolisian. Setelah itu saya harus mengikuti tes. Ya inilah inti dari masalah pembuatan SIM.
Tes pertama yakni praktek dan seteah lulus baru teori. Nyali saya ciut saat melihat lintasan yang harus saya lewati untuk lulus. Ditambah lagi dari puluhan (mungkin sampai ribuan) orang yang saya lihat belum ada satupun yang lulus.
Dalam ujian tersebut ada dua polisi yang menguji. Dan sebelum diuji polisi tersebut memberikan contoh. Memang terlihat gampang, akan tetapi banyak orang yang ”ngedumel”. Terutama mereka yang telah diuji dan yang akan diuji ulang (karena sebelumnya tidak lulus). Dilihat di lapangan saat itu, saya kagum dengan polisi yang menguji karena dari perilakunya sangat mencerminkan kedisiplinan. Ya itulah inti dari polisi pikirku.
Tiba saatnya saya diuji, meski di jalan seseram dan sesulit apaun saya selalu bisa melewatinya tapi tidak kali ini. Tiga kali kesempatan yang diberikan dan tiga kali pula saya gagal total. Tidak hanya saya, mereka yang satu kelompok dengan saya pun tidak ada yang lulus.
Banyak cercaan yang timbul, ditambah karena pada saat itu sedang ramai-ramainya mudik menjelang lebaran. Akan tetapi pak polisi tetap tak gentar menghadapi berbagai cercaan tersebut. Dan walau sangat kecewa terdapat sedikit rasa bangga dihati. Karena gagal melewati ujian tersebut (saya namai ujian ketidakadilan, karena memang tidak adil dan sangat sulit dilewati) saya harus mengulangnya.
 Di rumah berbagai omelan dari ayah saya muncul. Beliau bilang saya salah karena tidak bersedia untuk ”nembak” saja. Keputusasaan memenuhi hati saya, akan tetapi tidak lama kemudian hal itu runtuh. Ya dengan sangat terpaksa saya menghubungi seorang polisi (entah siapa) untuk ”nembak”.
Yang lebih membuat saya sangat amat heran, ternyata polisi yang saya hubungi dan bersedia untuk ”membantu” ialah polisi yang menguji saya saat ujian praktek. Tulisan reformasi birokrasi yang terpampang gagah seakan tak berarti, kekaguman juga runtuh seketika. Namun, apalah daya saya harus melewati jalan ini untuk memnuhi kewajiban saya sebagai pengendara motor. mungkin memang  jalan ini salah tetapi juga ada benarnya.
Pada saat saya bertemu polisi dan ”bernegosiasi” ternyata banyak juga yang senasib dengan saya. Rasa kagum benar-benar runtuh, saat ada seorang  yang berumur kurang dari 17 tahun yang juga akan ”nembak”. Polisi berkata ” walau saya terima pun datanya tidak akan diterima komputer, lebih baik anda ke kantor kelurahan untuk menambah umur anda”. Saya benar-benar terpukau.
Kenyataan di atas tentu sangat memprihatinkan. Saya tidak dapat menentukan saya ataukah pihak polisi yang salah. Saya hanya telah berusaha menjadi warga negara yang baik, tetapi niat tersebut begitu sulit karena ujian yang juga sangat amat sulit. Kepolisian mungkin saja mengurangi berbagai hambatan yang muncul sehingga reformasi birokrasi yang terpampang dengan gagah tidak sekedar untuk hiasan tetapi juga benar-benar terwujud.
Dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih, birokrasi haruslah mengembangkan:
1.      etika yang syarat dengan nilai-nilai moral dan keagamaan dalam menjalankan fungsinya, dalam mewujudkan pemerataan dan keadilan sosial (social equity). Karena persoalan yang dihadapi birokrasi adalah adanya ketidakseimbangan dalam kesempatan sehingga mereka yang kaya akan lebih mudah meraih kesempatan yang lebih baik dalam mendapatkan pengetahuan, dan posisi yang senantiasa yang menguntungkan dalam suatu sistem pemerintahan.
2.      etika yang mengacu pada nilai-nilai yang melandasi keberadaan negara, yang merujuk pada konstitusi.
3.      etika yang menyangkut nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal.
Hal ini hanya mungkin terlaksanan bila ada tekad, kesadaran yang sama bahwa reformasi, modernisasi untuk menuju pemerintahan yang bersih (clean goverment) disertai terbangunnya pemberdayaan kultur masyarakat sipil (civil society) dalam kehidupan budaya politik bangsa Indonesia (Ahmad, 2009:).

Sumber Rujukan:
Sumargono, Ahmad. 2009. Reformasi Birokrasi (Menuju Pemerintahan Yang Bersih, Telaah Kritis Terhadap Perjalanan Birokrasi di Indonesia). PKSPP: Jakarta.t tulisan besar yang intinya melakukan reformasi birokrasi di tubuh kepolisian.